Jumat, 11 Maret 2011

Stratifikasi dan Permasalahan Ekonomi Desa


Stratifikasi dan Permasalahan Ekonomi Desa

Þ           Menurut Geertz (1989: 476) yang menyatakan bahwa sistem stratifikasi sosial yang mengubah dan mobilitas status yang cenderung melaksanakan adanya kontak di antara individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak terpisah.
Þ           Hayami dan Collier Cs. (1996: 166) telah melakukan penelitian bahwa adanya polarisasi ekonomi perdesaan atau terjadinya proses kemiskinan disebabkan adanya pergeseran desa ke kota (proses modernisasi) dan alih teknologi.
Þ           Studi kasus yang dilakukan oleh Boeke (1959) dengan membagi ekonomi di Indonesia (studi kasus di Jawa) menjadi tiga struktur ekonomi: a) struktur ekonomi modern, mementingkan ekonomi yang berproduksi pertanian untuk kepentingan pasar internasioal dan dikendalikan dengan sistem manajemen modern; b) struktur ekonomi pribumi yang didasarkan tatanan desa komunal dengan solidaritas yang tinggi. Struktur ini bercirikan antara lain ekonomi pribumi bukan ekonomi pasar seperti negara barat dan; c) struktur eknomi perdagang perantara yang merkantilistik oleh pemerintah Belanda “diperuntukkan” dengan bahasa sekarang “dijadangkan” bagi golongan keturunan yaitu Cina, Arab dan India. Sehingga menurutnya ekonomi Indonesia menggunakan sistem ekonomi ganda yang cenderung menciptakan ekonomi kerakyatan dan ekonomi kapitalistis.
Þ           Studi yang dilakukan Faisal Kasryno (1984: 302-304) tentang permasalahan perkreditan dalam membangun pertanian ditemukan bahwa pada awalnya lembaga perkreditan sebagai ikatan golongan kaya dan miskin serta merupakan bentuk tenggang rasa yang dimanifestasikan dalam natura (barang). Tetapi setelah adanya peralihan pertanian dari subsisten ke pertanian komersial perkreditan yang dipahami sebagai ikatan dan tenggang sara lama-lama menjadi hubungan ekonomis. Dalam studi ini juga dikemukakan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam membangun ekonomi perdesaan, tetapi pertumbuhan kredit perbankan hanya 28% pertahun yang lebih rendah dari sektor yang lainnya.
Þ           Richard Goble (1976) mengemukakan bahwa struktur pembangunan di Indonesia terletak pada administrasi yang cenderung ke arah birokrasi yang elitis yang dikendalikan dari pusat. Akibatnya pembangunan di perdesaan menghasilkan pembangunan yang semu. Geertz (1963) menyebutkan adanya struktur petani Jawa yang menurutnya petani Jawa masa depannya akan terus mengalami kemiskinan struktural. Sehingga Boeke dan Geerrtz, begitu pesimis mengenai peranan penduduk pribumi (perdesaan) di Indonesia, karena dasar sejarahnya cukup menyakitkan.
Þ           Penelitian yang dilakukan oleh Akatiga Bandung (1992) tentang “Gender, Marginalisasi dan Industri Perdesaan” yang menunjukkan  adanya proses marginalisasi dari pekerjaan produktif perempuan hanya terbatas pada unit-unit usaha rumah tangga atau berskala kecil. Jenis pekerjaan ini jarang diakui oleh orang lain sekalipun sumbangan mereka dari segi produktivitas, jam kerja dan masukan-masukan riel ternyata mereka besar.
Þ           Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Oey (1991: 16) dalam data Biro Pusat Strategi (BPS) dalam “Strategi Kehidupan Wanita Kepala Rumah Tangga” yang menyatakan pembagian kerja rumah tangga menurut jenis kelamin merupakan gejala universal. Laki-laki lebih cenderung tampil di tempat umum dan perempuan diberi tempat dalam rumah. Laki-Laki bekerja mencapai (84% di kota dan 88% di desa) sementara perempuan hanya separuhnya (47% di kota dan 51% di desa).
Þ           Mubyarto (1991) permasalahan tersebut dengan melakukan deregulasi ekonomi dan strategi pengembangan ekonomi rakyat beberapa yang dianjurkan adalah: a) perlunya deregulasi bank  dan masyarakat artinya bank penerima simpanan dan memudahkan pinjaman kredit kepada masyarakat; b) perlunya mempersiapkan rakyat kecil memanfaatkan jasa bank yang selama ini bank sebagai penyedot dana masyarakat” dan bukan sebagai “penyalur dana masyarakat” dan; c) perlunya kerjasama bank dalam membangun ekonomi rakyat di perdesaan dengan melakukan pendirian badan-badan perkreditan rakyat formal dan mengembangkan sistem masyarakat bawah.
Þ           Sritua Arief (1993:330) mengemukakan bahwa lembaga keuangan rakyat menciptakan demokrasi ekonomi yang sebenarnya. Seperti dikemukakan Hatta telah terjadinya hubungan ekonomi yang bersifat eksploitatif terhadap masyarakat (Sritua Arief, 1999: 131)

Tidak ada komentar: