Rabu, 28 Oktober 2020

Peran Teknologi Tepat Guna didalam Pemberdayaan


Dalam pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Penerapan dan Pengembangan Teknologi Tepat Guna diturunkan dalam peraturan yang lebih rendah. Namun seiring waktu, peraturan tentang penerapan Teknologi Tepat Guna di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan karena tidak sesuai dengan perkembangan sehingga perlu diganti.

Adapun pergantian pada Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Penerapan Teknologi Tepat Guna diganti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna. Pada tahun 2017 dikeluarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang Pengembangan dan Penerapan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, sehingga Permendagri Nomor 20 Tahun 2010 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Inpres No 3 Tahun 2001 menginstruksikan kepada Gubernur dan Bupati/ Walikota agar menerapkan dan mengembangkan Teknologi Tepat Guna di wilayah administrasinya. Dalam impres tersebut diinstruksikan kepada gubernur untuk melakukan:

  1. fasilitasi pelaksanaan kebijakan penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
  2. Koordinasi pengembangan teknologi tepat guna antar kabupaten/kota.
  3. Kerja sama pengembangan teknologi tepat guna.
  4. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna di wilayahnya.
Sedangkan kepada bupati/walikota diinstruksikan untuk melakukan: 

  1. Pelaksanaan program penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
  2. Memfasilitasi penguatan kelembagaan pelayanan teknologi dalam penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
  3. Kerjasama dengan lembaga lain dalam penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.
  4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna

Teknologi Tepat Guna merupakan program strategis untuk mensejahterakan masyarakat karena dapat menambah lapangan kerja, menambah produktifitas masyarakat, dan bertambahnya inovator-inovator baru dalam bidang teknologi. Program ini menjadi program prioritas urusan pilihan pada Bidang Pemberdayaan Masyarakat, dengan pelaksana yakni pada Seksi Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat dan Teknologi Tepat Guna. Adapun tugas pokok dan fungsi Bidang Pemberdayaan Masyarakat adalah:

  1. Perencanaan program kegiatan urusan Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
  2. Pelaksanaan program kegiatan Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
  3. Pembagian pelaksanaan tugas Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
  4. Pembuatan laporan dan evaluasi program kegiatan Bidang Pemberdayaan masyarakat.
  5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Pemberdayaan Teknologi Tepat Guna


Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi keberlangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi diawali dengan perubahan sumber daya alam menjadi alatalat sederhana. Pemanfaatan teknologi sangat penting dalam memudahkan pekerjaan, meningkatkan efisiensi dan memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Namun dalam perkembangannya, teknologi pada umumnya beremisi banyak limbah dan mencemari lingkungan, yang terkadang memberikan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan. Tidak jarang pula teknologi membutuhkan modal yang besar dan cara guna yang rumit sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Padahal pada era globalisasi ini masyarakat dituntut memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi.

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun dalam engelolaannya belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat pedesaan secara maksimal. Pengelolaan yang masih secara turun-temurun atau tradisional mengakibatkan produktifitasnya masih relatif rendah, sehingga berimplikasi pada rendahnya daya saing. Untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, mempercepat kemajuan desa dan mengahadapi persaingan global, dipandang perlu melakukan percepatanpembangunan perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat diberbagai bidang yang didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna.

Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang sederhana yang berbasis pada penggunanya, artinya fungsinya disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya sehingga lebih tepat guna.

Untuk mendukung pelaksanaan Teknologi Tepat Guna (TTG) secara nasional sesuai dengan potensi daerah secara mandiri maka dikeluarkanlah Menteri Desa PDTT Nomor 23 tahun 2017 tentang Pengembangan dan Penerapan Teknologi Tepat Guna dalam Pengelolaan Sumber daya alam Desa . Tujuan penerapan dan pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG) adalah:

  1. Mempercepat pemulihan ekonomi, meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif masyarakat, memperluas lapangan kerja, lapangan usaha, meningkatkan produktifitas dan mutu produksi.
  2. Menunjang pengembangan wilayah melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam secara bertanggung jawab menuju keunggulan kompetitif dalam persaingan lokal, regional dan global.
  3. Mendorong tumbuhnya inovasi di bidang teknologi.

Pengertian Pemberdayaan


Pemberdayaan tidak mempunyai pengertian model tunggal. Pemberdayaan dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan, politik, dan sosialbudayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.

Ada pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Ada juga yang memahami pemberdayaan secara makro sebagai upaya mengurangi ketidakmerataan dengan memperluas kemampuan manusia (melalui, misalnya, pendidikan dasar umum dan pemeliharaan kesehatan, bersama dengan perencanaan yang cukup memadai bagi perlindungan masyarakat) dan memperbaiki distribusi modal-modal yang nyata (misal lahan dan akses terhadap modal). Berdasarkan hal itu maka inti dari pemberdayaan adalah:

  1. Suatu upaya atau proses pembangunan yang berkesinambungan, yang berarti dilaksanakan secara terorganisir, dan bertahap dimulai dari tahap permulaan hingga tahap kegiatan tindaklanjut dan evaluasi (follow-up activity and evaluation).
  2. Suatu upaya atau proses memperbaiki (to improve) kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
  3. Suatu upaya atau proses menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga prinsip to help the community to help themselves dapat menjadi kenyataan.
  4. Suatu upaya atau proses memandirikan masyarakat, dengan cara menggalang partisipasi aktif dalam masyarakat berupa bentuk aksi bersama (group action) di dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Jadi, pemberdayaan masyarakat desa dapat dipahami dengan beberapa cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. 

Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. 

Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Kedua, titik pijak pemberdayaan adalah kekuasaan (power), sebagai jawaban atas ketidakberdayaan (powerless) masyarakat. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini berasumsi bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat diubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian diatas. Kekuasan tidak vakum dan terisolasi, kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. 

Dengan pemahaman kekuasaan seperti itu, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis (Edi Suharto, 2005).

Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan “intervensi” dari luar.

Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat, yang di dalamnya mewadahi warga secara individual maupun komunitas secara kolektif. Pemberdayaan adalah upaya membangkitkan kekuatan dan potensi masyarakat yang bertumpu pada komunitas lokal melalui pendekatan partisipatif dan belajar bersama. Dari sisi strategi, pendekatan dan proses, pemberdayaan merupakan gerakan dan pendekatan berbasis masyarakat lokal maupun bertumpu pada kapasitas lokal, yang notabene bisa dimasukkan ke dalam kerangka pembaharuan menuju kemandirian masyarakat.

Dasar pemikiran pemberdayaan masyarakat adalah memajukan kemampuan masyarakat desa untuk mengelola secara mandiri urusan komunitasnya. Dalam hal pemberdayaan masyarakat desa, UU Desa menempatkan kesepakatan bersama seluruh warga desa sebagai pedoman bagi Pemerintah Desa dalam mengelola kewenangannya untuk mengurus dan mengatur Desa.

Pemberdayaan masyarakat memprioritaskan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan sekaligus mengembangkan kontrol publik atas implementasi dari keputusan-keputusan publik. Dengan demikian, dalam pemberdayaan masyarakat ditekankan adanya keutamaan politik.

Politik dalam rangka pemberdayaan masyarakat ini merupakan transformasi politik ke dalam tindakan nyata, khususnya demokrasi hadir dalam hidup sehari-hari. Melalui penerapan demokrasi musyawarah mufakat setiap warga desa berkesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sesuai konteks hidupnya masing-masing. Dengan demikian, demokrasi memberi ruang bagi anggota masyarakat dalam melindungi dan memperjuangkan kepentingan mereka.

Bentuk Perubahan Sosial


Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Bentuk perubahan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Perubahan lambat dan perubahan cepat Perubahan lambat adalah Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat atau dinamakan evolusi. Perubahan cepat adalah perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat.
  2. Perubahan kecil dan perubahan besar Perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsungatau berarti bagi masyarakat. Perubahan besar adalah perubahan yang membawa pengaruh besar pada masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 269-274).
  3. Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan didalam masyarakat.
  4. Perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidsk dikehendaki.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial:

  1. faktor internal ini disebut juga dengan istilah faktor sosigenik artinya masyarakat itu sendiri yang merupakan sumber perubahan sosial, masyarakat disini dapat bersifat kolektif maupun individual, faktor internal ini masih dapat dibedakan lagi menjadi faktor internal manifest/ yang disengaja (intended) dan laten/ tidak disengaja (unintended).
  2. Faktor eksternal faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang terdapat diluar masyarakat yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, misal kependudukan, perubahan lingkungan, penjajahan atau agama.

Perubahan Sosial


Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan- perubahan. Perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial,norma-norma sosial , pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.

Wiliam F.Ogburn, berusaha memberikan sesuatu pengertian tertentu, walau tidak memberi definisi tentang definisi perubahan sosial. Dia mengemukakan ruang lingkup perubahan social meliputi unsur – unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial yang ditekankan ialah pengaruh besar unsur-unsur kebudyaan material terhadap unsur-unsur immaterial (William F. Ogburn, 1964 dalam Soerjono Soekanto, 2007: 262). 

Menurut Selo Soemardjan, mendefinisikan perubahan sosial adalah perubahan perubahan pada lembaga lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok kelompok dalam masyarakat (Selo Soemardjan 1962 dalam Soerjono Soekanto, 2007: 263). 

Perubahan social adalah perubahan fungsi kebudayaan dan perilaku manusia dan masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain. 

Menurut Agus Salim dalam bukunya Perubahan Sosial Sketsa dan Refleksi menyatakan bahwa perubahan sosial adalah suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya seleksi alam, biologis, fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia. Setiap manusia pasti mengalami suatu perubahan, baik perubahan yang bersifat positif maupun perubahan yang bersifat negatif, dan perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap pribadi manusia itu sendiri (Agus Salim: 2002:1). 

Secara umum gambaran mengenai perubahan sosial sangat luas,perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat terjadi mengenai nilai- nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan dan lain sebagainya.

Pada dasarnya setiap masyarakat dalam hidupnya akan mengalami suatu perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan suatu perbandingan, artinya adalah menelaah keadaan suatu masyarakat pada waktu tertentu dan kemudian membandingkan dengan keadaan suatu masyarakat pada waktu tertentu dan kemudian membandingkannya dengan masyarakat pada waktu yang lalu.

Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan suatu proses yang terus menerus (Taneko, 1984: 133). Artinya, bahwa setiap masyarakat pada kenyataanya akan mengalami perubahan itu, akan tetapi perubahan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama, ada masyarakat yang mengalami perubahan yang lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang lainnya.

Perubahan sosial mengacu pada variasi hubungan individu, kelompok, organisasi, kultur dan masyarakat pada waktu tertentu (Ritzer, 1987 29 dalam Piotr Sztomka, 2010: 5). Perubahan sosial adalah perubahan pola perilaku hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu (Farley, 1990 dalam Piotr Stztomka, 2010: 5).

Setiap masyarakat dalam hidupnya pasti pernah mengalami perubahan-perubahan dalam kehidupannya. Salah satu Teori Fungsional yang dikemukakan oleh Talcott Parsons mengenai Perubahan. Pandangan Parsons mengenai perubahan yang dimaksudkan yaitu untuk lebih memahami proses perubahan. Parsons menginginkan agar keseimbangan selalu terjaga, antara lain dengan jalan mengeliminasi berbagai sumber konflik (Poerwanto Hadi, 1993:25-26). 

Parsons mendasarkan pandangannya pada konsep stabilitas atau ekuilibirium yang dianggap ciri utama suatu sistem. Suatu struktur sosial, hubungan terpola merupakan bagian dari unsur normatif. Unsur-unsur tersebut berasal dari berbagai pandangan berbagai kesatuan yang tercermin dalam tingkah laku masyarakat yang dianggap benar atau sebaliknya. Pola-pola hubungan yang terjadi dalam suatu sistem sosial selain bersifat normatif, pola hubungan sistem sosial ini juga melembaga dikalangan masyarakat
 

Pemberdayaan Masyarakat desa


Pemerintah  telah mencanangkan berbagai macam program pedesaan, yaitu (1) pembangunan pertanian, (2) industrialisasi pedesaan, (3) pembangunan masyarakat desa terpadu, dan (4) strategi pusat pertumbuhan (Sunyoto Usman, 2004). Penjelasan macam-macam program sebagai berikut:

Program pembangunan pertanian, merupakan program untuk meningkatkan output dan pendapatan para petani. Juga untuk menjawab keterbatasan pangan di pedesaan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar industri kecil dan kerumahtanggaan, serta untuk memenuhi kebutuhan ekspor produk pertanian bagi negara maju. Program industrialisasi pedesaan, tujuan utamanya untuk mengembangkan industri kecil dan kerajinan.

Pengembangan industrialisasi pedesaan merupakan alternative menjawab persoalan semakin sempitnya rata-rata pemilikan dan penguasaan lahan dan lapangan kerja dipedesaan. Program pembangunan masyarakat terpadu, tujuan utamanya untuk meningkatkan produktivitas, memperbaiki kualitas hidup penduduk dan memperkuat kemandirian. Ada enam unsur dalam pembangunan masyarakat terpadu, yaitu:

pembangunan pertanian dengan padat karya, memperluas kesempatan kerja, intensifikasi tenaga kerja dengan industri kecil, mandiri dan meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan, mengembangkan perkotaan yang dapat mendukung pembangunan pedesaan, membangun kelembagaan yang dapat melakukan koordinasi proyek multisektor. Selanjutnya program strategi pusat pertumbuhan, merupakan alternatif untuk menentukan jarak ideal antara pedesaan dengan kota, sehingga kota benar-benar berfungsi sebagai pasar atau saluran distribusi hasil produksi. Cara yang ditempuh adalah membangun pasar di dekat desa. 

Pasar ini difungsikan sebagai pusat penampungan hasil produksi desa, dan pusat informasi tentang hal-hal berkaitan dengan kehendak konsumen dan kemampuan produsen. Pusat pertumbuhan diupayakan agar secara social tetap dekat dengan desa, tetapi secara eknomi mempunyai fungsi dan sifat-sifat seperti kota. Senada dengan program pembangunan pedesaan, J. Nasikun (dalam Jefta Leibo, 1995), mengajukan strategi yang meliputi : 
  1. Startegi pembangunan gotong royong, 
  2. Strategi pembangunan Teknikal – Profesional, 
  3. Strategi Konflik, 
  4. Strategi pembelotan kultural.

Dalam strategi gotong royong, melihat masyarakat sebagai sistem sosial. Artinya masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling kerjasama untuk mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya bahwa perubahan-perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui partisipasi luas dari segenap komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam gotong royong bersifat  demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan kesukarelaan.

Strategi pembangunan Teknikal – Profesional, dalam memecahkan berbagai masalah kelompok masyarakat dengan cara pengembangkan norma, peranan, prosedur baru untuk menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam strategi ini peranan agen – agen pembaharuan sangat penting. Peran yang dilakukan agen pembaharuan terutama dalam menentukan program pembangunan, menyediakan pelayanan yang diperlukan, dan menentukan tindakan yang diperlukan dalam merealisasikan program pembangunan tersebut. Agen pembaharuan merupakan kelompok kerja yang terdiri atas beberapa warga masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan cara –cara yang lebih kreatif sehingga hambatan –hambatan dalam pelaksanaan program pembangunan dapat diminimalisir.

Strategi Konflik, melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh segelintir orang atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena itu, strategi ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan penduduk miskin untuk menyalurkan permintaan mereka atas sumber daya dan atas perlakuan yang lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik menaruh tekanan perhatian pada perubahan oraganisasi dan peraturan (struktur) melalui distribusi kekuasaan, sumber daya dan keputusan masyarakat.

Strategi pembelotan kultural, menekankan pada perubahan tingkat subyektif individual, mulai dari perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya hidup baru yang manusiawi. Yaitu gaya hidup cinta kasih terhadap sesame dan partisipasi penuh komunitas orang lain. Dalam bahasa Pancasila adalah humanis-relegius. Strategi ini merupakan reaksi (pembelotan) terhadap kehidupan masyarakat modern industrial yang betrkembang berlawanan dengan pengembangan potensi kemanusiaan.

Tahap Pemberdayaan Masyarakat


Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 82). Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun demikian dalam rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.

Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi: 
  1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.
  2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
  3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Ambar Teguh, 2004: 83).
Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat.

Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ;
  1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
  2. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering).

Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.

Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya
pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi.

3. memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity).

Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan masyarakat. Melindungi tidak berarti engisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut perlu ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang mandiri.

Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan demikian untuk menuju mandiri perlu dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisik- material.

Pemberdayan masyarakat hendaklah mengarah pada pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku.

Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan ketrampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan. Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan demikian dalam masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan yang dilengkapi dengan kecakapan ketrampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan memperoleh kemampuan/ daya dari waktu kewaktu, dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang memadai untuk mengantarkan kemandirian mereka, apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang merupakan visualisasi dari pembangunan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan komunitas yang baik dan masyarakat yang ideal (Ambar Teguh, 2004: 80-81).

Teori Pemberdayaan Masyarakat


Pranarka, Sumodiningrat (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 78-79) menyampaikan: pemberdayaan sebenarnya merupakan istilah yang khas Indonesia daripada Barat. Di barat istilah tersebut diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat.

Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan” daripada “ pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah “energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah pemberian energi agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri. 

Bertolak pada kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa untuk konteks barat apa yang disebut dengan empowerment lebih merupakan pemberian kekuasaan daripada pemberian daya. Pengertian tersebut sangat wajar terbentuk, mengingat lahirnya konsep pemberdayaan di barat merupakan suatau reaksi atau pergulatan kekuasaan, sedangkan dalam konteks Indonesia apa yang disebut dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha untuk memberikan daya, atau meningkatkan daya (Tri Winarni, 1998: 75-76).

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Winarni mengungkapkan bahwa inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan, (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75).

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya. Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak menyadari atau daya tersebut masih belum diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu daya harus digali dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini berkembang maka pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya.

Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka (Suparjan dan Hempri, 2003: 43). Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam komunitasnya.

Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada aras ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.

Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya proses ini melihat pentingnya mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri, 2003: 44).

pengertian Pemberdayaan Masyarakat




Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Pengertian “proses” menunjukan pada serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sitematis yang mencerminkan pertahapan upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan. Proses akan merujuk pada suatu tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk mengubah kondisi masyarakat yang lemah, baik knowledge, attitude, maupun practice (KAP) menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku sadar dan kecakapan-keterampilan yang baik.

Makna “memperoleh” daya/ kekuatan/ kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata “memperoleh” mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan, menciptakan situasi atau meminta pada pihak lain untuk memberikan daya/ kekuatan/ kemampuan. Iklim seperti ini hanya akan tercipta jika masyarakat tersebut menyadari ketidakmampuan/ ketidakberdayaan/ tidak adanya kekuatan, dan sekaligus disertai dengan kesadaran akan perlunya memperoleh daya/ kemampuan/ kekuatan.

Makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Insisatif untuk mengalihkan daya/kemampuan/ kekuatan, adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen lainnya. Senada dengan pengertian ini Prijono & Pranarka (1996: 77) menyatakan bahwa: pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama adalah to give power or authority, pengertian kedua to give ability to or enable. Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/ belum berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan ataukeberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.

Selasa, 27 Oktober 2020

Manajemen Asset


Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan aset (kekayaan) baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomis, nilai komersial, dan nilai tukar, serta mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi.

Melalui proses manajemen yang terdiri dari planning, organizing, leading dan controlling, manajemen aset bertujuan untuk memahami profil organisasi, dan bisa menggunakan biaya (cost) dan sumbersumber daya organisasi lain secara efisien dan efektif. Berdasarkan Roos dan Jacobsen, aset sentral organisasi itu terbagi menjadi dua, yakni fisik yang mencakup keuangan dan infrastruktur, serta nonfisik yang mencakup sumber daya manusia, kemampuan menjalin networking dan sistem organisasi. 

Memang konsep manajemen aset ini belum banyak diimplementasikan secara total, baik di tingkat korporasi maupun sektor pemerintahan. Ketidaktahuan atau ketidakpedulian sebagian besar manajemen organisasi akan pentingnya pengelolaan aset secara terintegrasi, barangkali juga dipicu oleh minimnya informasi serta literatur yang mengupas masalah ini. Bahkan, untuk konteks perguruan tinggi di Indonesia, belum banyak institusi pendidikan yang memiliki sylabus yang membahas masalah Asset Management ini secara mendalam. Padahal realita di lapangan menunjukan banyak kasus yang sebenarnya dimulai dari salah kelola dan salah urus masalah aset, sehingga berdampak kerugian yang tidak sedikit.

Pengertian Aset Aset adalah barang yang dalam pengertian hukum disebut benda, yang terdiri dari benda tidak bergerak dan bergerak. Barang yang dimaksud meliputi barang tidak bergerak (tanah atau bangunan) dan barang bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible), yang tercakup dalam aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu perusahaan, badan usaha, institusi atau individu perorangan, dan dalam pengertian aset negara atau HKN (Harta Kekayaan Negara) juga terdiri dari barang-barang atau benda yang disebutkan di atas. Termasuk pula bantuan-bantuan dari luar negeri yang diperoleh secara sah

Menurut Siregar  aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aset secara umum adalah sesuatu barang atau sumber daya yang dimiliki oleh organisasi atau individu dan mempunyai nilai, baik nilai ekonomi, nilai tukar, atau nilai komersial yang terdapat dalam potensi aset dan dapat dikembangkan atau dioptimalkan sesuai dengan tujuan organisasi atau individu. Potensi yang dimiliki dari suatu aset dapat di manfaatkan untuk kebutuhan organisasi dan dikembangkan menjadi suatu sumber daya pendukung kegiatan operasional organisasi atau memanfaatkan potensi aset yang ada untuk menciptakan suatu konsep dalam menghasilkan pendapatan (revenue).  

Oleh karena itu aset diklasifikasikan berdasarkan bentuk, perolehan dana,konsep hukum properti, dan karakteristiknya, dengan tujuan dari setiap klasifikasi aset tersebut dapat dilakukan pengelolaan/manajemen aset untuk mendapatkan hasil yang optimal secara efektif dan penggunaan yang efisien dari suatu aset.

Manajemen Pengorganisasian yang baik


Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatankegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue, 2010: 82).

Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil.

Ciri-ciri organisasi adalah sebagai berikut:
  1. mempunyai tujuan dan sasaran;
  2. mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati;
  3. adanya kerjasama dari sekelompok orang; dan
  4. mempunyai koordinasi tugas dan wewenang.
Komponen-komponen Organisasi
Ada empat komponen dari organisasi yang dapat diingat dengan kata “WERE” (Work, Employees, Relationship dan Environment).
  1. Work (pekerjaan) adalah fungsi yang harus dilaksanakan berasal dari sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
  2. Employees (pegawai-pegawai) adalah setiap orang yang ditugaskan untuk melaksanakan bagian tertentu dari seluruh pekerjaan.
  3. Relationship (hubungan) merupakan hal penting di dalam organisasi. Hubungan antara pegawai dengan pekerjaannya, interaksi antara satu pegawai dengan pegawai lainnya dan unit kerja lainnya dan unit kerja pegawai dengan unit kerja lainnya merupakan hal-hal yang peka.
  4. Environment (lingkungan) adalah komponen terakhir yang mencakup sarana fisik dan sasaran umum di dalam lingkungan dimana para pegawai melaksanakan tugas-tugas mereka, lokasi, mesin, alat tulis kantor, dan sikap mental yang merupakan faktor-faktor yang membentuk lingkungan.
Tujuan organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai pada waktu yang akan dating melalui kegiatan-kegiatan organisasi (Handoko, 1995: 109).

Prinsip-prinsip organisasi
Williams (1965: 85) mengemukakan pendapat bahwa prinsipprinsip organisasi meliputi :
  1. prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas ;
  2. prinsip skala hirarki;
  3. prinsip kesatuan perintah;
  4. prinsip pendelegasian wewenang;
  5. prinsip pertanggungjawaban;
  6. prinsip pembagian pekerjaan;
  7. prinsip rentang pengendalian;
  8. prinsip fungsional;
  9. prinsip pemisahan;
  10. prinsip keseimbangan;
  11. prinsip fleksibilitas; dan
  12. prinsip kepemimpinan.
Manfaat pengorganisasian
Pengorganisasian bermanfaat sebagai berikut:
  1. dapat lebih mempertegas hubungan antara anggota satu dengan yang lain;
  2. setiap anggota dapat mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab;
  3. setiap anggota organisasi dapat mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan posisinya dalam struktur organisasi;
  4. dapat dilaksanakan pendelegasian wewenang dalam organisasi secara tegas, sehingga setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang; dan 
  5. akan tercipta pola hubungan yang baik antar anggota organisasi, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan dengan mudah. 

Perencanaan Manajerial yang baik


manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer. 

Manajemen dibutuhkan setidaknya untuk mencapai tujuan,menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

Daft, menyebutkan manajemen mempunyai empat fungsi, yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). 

Dasar-dasar perencanaan yang baik meliputi:
  1. forecasting, proses pembuatan asumsi-asumsi tentang apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang;
  2. penggunaan skenario, meliputi penentuan beberapa alternatif skenario masa yang akan datang atau peristiwa yang mungkin terjadi;
  3. benchmarking, perbandingan eksternal untuk mengevaluasi secara lebih baik suatu arus kinerja dan menentukan kemungkinan tindakan yang dilakukan untuk masa yang akan datang;
  4. partisipan dan keterlibatan, perencanaan semua orang yang mungkin akan mempengaruhi hasil dari perencanaan dan atau akan membantu mengimplementasikan perencanaanperencanaan tersebut; dan
  5. penggunaan staf perencana, bertanggung jawab dalam mengarahkan dan mengkoordinasi sistem perencanaan untuk organisasi secara keseluruhan atau untuk salah satu komponen perencanaan yang utama

Tujuan Perencanaan
  1. untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan non-manajerial;
  2. untuk mengurangi ketidakpastian;
  3. untuk meminimalisasi pemborosan; dan
  4. untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya.

Sifat Rencana yang Baik
Rencana dikatakan baik jika memiliki sifat sifat-sifat sebagai berikut:
  1. pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas;
  2. fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya;
  3. stabilitas, setiap rencana tidak setiap kali mengalami perubahan, sehingga harus dijaga stabilitasnya;
  4. ada dalam pertimbangan; dan
  5. meliputi seluruh tindakan yang dibutuhkan, meliputi fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.

Pengertian Pengawasan dalam Manajemen


Secara etimologis, “controlling” lazimnya diterjemahkan dengan “pengendalian”. Geprge R. Terry merumuskan pengawasan (controlling) sebagai suatu usaha untuk meneliti kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. pengawasan berorientasi pada objek yang dituju dan merupakan alat untuk menyuruh orangorang bekerja menuju sasaran yang ingin dicapai.

Pengawasan atau pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan organisasi dapat terselenggara dengan baik. Uraian tersebut menggambarkan bahwa pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang akan dicapai, yaitu standar apa yang sedang dilakukan, menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Bertolak dari uraian di atas, menurut Marno dan Triyo,37 ada beberapa unsur yang perlu diketahui dalam proses pengawasan ini antara lain:
  1. Adanya proses dalam menetapkan pekerjaan yang telah dan akan dikerjakan.
  2. Merupakan alat untuk menyuruh orang bekerja menuju sasaran-sasaran yang ingin dicapai.
  3. Memonitor, menilai, dan mengoreksi pelaksanaan pekerjaan.
  4. Menghindarkan dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan atau penyalahgunaan.
  5. Mengukur tingkat efektivitas dan efisiensi kerja.

Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Proses pengawasan dapat melibatkan beberapa elemen-elemen yaitu: 
  1. menetapkan standar kinerja, 
  2. mengukur kinerja, 
  3. membandingkan unjuk kerja dengan standar yang telah ditetapkan, 
  4. mengambil tindakan korektif saat terdeteksi penyimpangan.
Dengan demikian,pengawasan dapat dilakukan melalui tahap-tahap yang telah ditentukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Seorang manajer dapat melakukan fungsi pengawasan dengan baik, jika mengetahui secara jelas proses pengawasan tersebut secara jelas.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang akan dicapai, yaitu standar apa yang sedang dilakukan berupa; pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilamana memerlukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaannya sesuai dengan rencana.

A. Controlling (Pengawasan)
Pengertian Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

B. Tahap-tahap Pengawasan
Tahap-tahap pengawasan terdiri atas:
  1. penentuan standar;
  2. penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
  3. pengukuran pelaksanaan kegiatan;
  4. pembanding pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan; dan 
  5. pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan.

C. Tipe-tipe Pengawasan
  1. Feedforward Control dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah dan penyimpangan dari standar tujuan dan memungkinkan koreksi sebelum suatu kegiatan tertentu diselesaikan. 
  2. Concurrent Control merupakan proses dalam aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu sebelum suatu kegiatan dilanjutkan atau untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.
  3. Feedback Control mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah dilaksanakan yang ditetapkan

Manajemen Pariwisata


Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau berkelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi,dalam jangka waktu sementara. 

Istilah pariwisata berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan “wisata”. Pari berarti berulangulang atau berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berulang-ulang atau berkali-kali. Orang yang melakukan perjalanan disebut traveller (bahasa Inggris), sedang orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata disebut tourist.

Para ahli kepariwisataan dan badan internasional belum terdapat keseragaman mengenai pengertian dalam penggunaan istilah tourist. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan latar belakang keahlian, kepentingan, dan pandangan dari para ahli atau badan tersebut. (Musanef, 1995:8)

Wisata adalah suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian perjalanan wisata dapat dikatakan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan lain untuk mendapatkan kenikmatan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. (Suwantoro, 2004: 3)

Sebelum lahirnya Undang-undang Pariwisata No. 9 Tahun 1990 pengertian pariwisata belum terdapat keseragaman. Sebagaimana diketahui bahwa piknik merupakan salah satu aktivitas kepariwisataan.
  1. Piknik adalah suatu perjalanan yang bertujuan untuk rekreasi, dilakukan tidak jauh dari tempat kediaman, direncanakan dan diorganisasi secara bersama atau sendiri, yang dilakukan kurang dari 12 jam.
  2. Tour adalah perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain dengan suatu maksud tetapi selalu menggantungkan perjalanan untuk tujuan bersenang-senang dengan perjalanan lebih dari 24 jam.
  3. Turis (wisatawan) adalah orang yang melakukan perjalanan.

Daya Tarik Wisata juga disebut Obyek Wisata yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Dalam
kedudukannya yang sangat menentukan itu maka Obyek Daya Tarik Wisata harus dirancang dan dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. (Ismayanti, 2010: 148)

Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW) adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Pengertian ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 undang-undang no. 10 tahun 2009.

Sedangkan Daerah Tujuan pariwisata yang juga disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geofrafis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataa.

Kemudian dalam undang-undang kepariwisataan juga menyebutkan bahwa Kawasan Strategis pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumberdaya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan

Setiap Obyek Daya Tarik Wisata harus tersertifikasi, yang mana sertifikasi tersebut adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.

Kepariwisataan dalam Obyek Daya Tarik Wisata berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pengertian Pengorganisasian


Setelah mendapat kepastian tentang tujuan, sumber daya dan teknik/metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, lebih lanjut manajer melakukan upaya pengorganisasian agar rencana tersebut dapat dikerjakan oleh orang ahlinya secara sukses 

Menurut Terry sebagaimana ditulis oleh Ulbert Silalahi adalah pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan hubungan-hubungan pekerjaan diantara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya. Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapat perhatian dari kepala sekolah.

Fungsi ini perlu dilakukan untuk mewujudkan struktur organisasi sekolah, uraian tugas tiap bidang, wewenang dan tanggungjawab menjadi lebih jelas, dan penentuan sumber daya manusia dan materil yang diperlukan. 

Menurut Robbins, bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pengorganisasian dapat mencakup 
  1. menetapkan tugas yang harus dilakukan; 
  2. siapa yang mengerjakan; 
  3. bagaimana tugas itu dikelompokkan; 
  4. siapa yang melapor; 
  5. di mana keputusan itu harus diambil.
Dengan demikian, pengorganisasian merupakan fungsi administrasi yang dapat disimpulkan sebagai kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan hubungan agar diperoleh kesesuaian dalam usaha mencapai tujuan bersama.

Pengorganisasian yang baik memungkinkan semua bagian dapat bekerja dalam keselarasan, dan akan menjadi bagian dalam keseluruhan yang tak terpisahkan.Unsur pemersatu yang pertama adalah tujuan yang hendak dicapai, kedua adalah yang mempersatukan kewenangan, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu atas dasar kedudukan yang ditempati seseorang, ketiga adalah pengetahuan yang dianggap sebagai pemersatu karena ia adalah dasar bagi pengertian dan kesesuaian paham diantara para anggota organisasi dan menjadi pedoman bagi sikap dan perbuatan mereka.

Mengorganisasikan adalah proses mengatur, mengalokasikan dan mendistribusikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner, menyatakan bahwa mengorganisasikan adalah proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran.

Mengorganisasikan berarti ; 
  1. menentukan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 
  2. merancang dan mengembangkan kelompok kerja yang berisi orang yang mampu organisasi pada tujuan, 
  3. menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab tugas dan fungsi tertentu, 
  4. mendelegasikan wewenang kepada individu yang berhubungan dengan keleluasaan melaksanakan tugas. 
Dengan rincian tersebut, manajer membuat suatu struktur formal yang dapat dengan mudah dipahami orang dan menggambarkan suatu posisi dan fungsi seseorang di dalam pekerjaannya. 

Mengorganisasikan sangat penting dalam manajemen karena membuat posisi orang jelas dalam struktur dan pekerjaannya dan melalui pemilihan, pengalokasian dan pendistribusian kerja yang professional, organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Perencanaan manajemen


Perencanaan adalah penentuan secara matang dan cerdas tentang apa yang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Aderson sebagaimana yang dikutif oleh Marno, mengatakan bahwa perencanaan adalah proses mempersiapkan seperangkat keputusan bagi perbuatan dimasa datang. Definisi ini mengisyaratkan bahwa pembuatan keputusan merupakan bagian dari perencanaan, namun proses perencanaan dapat juga terpikir setelah tujuan dan keputusan diambil.
Perencanaan selalu terkait dengan masa depan, dan masa depan selalu tidak pasti, banyak faktor yang berubah dengan cepat. Tanpa perencanaan, sekolah atau lembaga pendidikan akan kehilangan kesempatan dan tidak dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya. Oleh karena itu rencana harus dibuat agar semua tindakan terarah dan terfokus pada tujuan yang hendak dicapai.

Perencanaan dibuat harus berdasarkan beberapa sumber antara lain:
  1. Kebijaksanaan pucuk pimpinan (Policy top management), bahwa perencanaan itu sering kali berasal dari badan-badan ataupun orang-orang yang berhak dan mempunyai wewenang untuk membuat berbagai kebijakan, sebab merekalah pemegang kebijakan.
  2. Hasil pengawasan, yaitu suatu perencanaan akan dibuat atas dasar faktafakta maupun data-data dari pada hasil pengawasan suatu kegiatan kerja, sehingga dengan demikian dibuatlah suatu perencanaan perbaikan maupun penyesuaian ataupun perombakan secara menyeluruh dari pada rencana yang telah pernah dilaksanakan.
  3. Kebutuhan masa depan, yaitu suatu perencanaan sengaja dibuat untuk mempersiapkan masa depan yang baik ataupun untuk mencegah hambatanhambatan dari rintangan-rintangan guna mengatasi persoalan-persoalan yang akan timbul.
  4. Penemuan-penemuan baru, yaitu suatu perencanaan yang dibuat berdasarkan studi faktual ataupun yang terus menerus maka akan menemukan ide-ide ataupun pendapat baru, untuk suatu kegiatan kerja.
  5. Prakarsa dari dalam, yaitu suatu planning yang dibuat akibat inisiatif atau usul-usul dari bawahan dari suatu kegiatan kerja sama, untuk mencapai suatu tujuan.
  6. Prakarsa dari luar, yaitu suatu rencana yang dibuat akibat dari saran-saran ataupun kritik-kritik dari orang-orang di luar organisasi.

Perencanaan merupakan tindakan awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu perencanaan akan menentukan adanya perbedaan kinerja suatu organisasi dengan organisasi lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan. 

Mondy & Premeaux seperti yang dikutip Syafaruddin menjelaskan bahwa perencanaan merupakan proses menentukan apa yang seharusnya dicapai dan bagaimana mewujudkannya dalam kenyataan. Berarti dalam perencanaan akan ditentukan apa yang akan dicapai dengan membuat rencana dan cara-cara melakukan rencana untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para manajer di setiap level manajemen.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur pokok dalam kegiatan perencanaan yaitu: 
  1. pengumpulan data,
  2. analisis fakta dan,
  3. penyusunan rencana yang kongkrit. 
Dalam perencanaan ada tujuan khusus. Tujuan tersebut secara khusus sungguh-sungguh dituliskan dan dapat diperoleh semua anggota organisasi. Dan perencanaan mencakup tahun tertentu.

Merencanakan adalah membuat suatu target-target yang akan dicapai atau diraih dimasa depan. Dalam organisasi merencanakan adalah suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode/teknik yang tepat. Merencanakan pada dasarnya membuat keputusan mengenai arah yang akan dituju, tindakan yang akan diambil, sumber daya yang akan diolah dan teknik atau metode yang dipilih untuk digunakan. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Prosedur itu dapat berupa pengaturan sumber daya dan penetapan teknik/metode.

Fungsi Manajemen


Manajemen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Dalam istilah manajemen terdapat tiga pandangan yang berbeda, pertama: Mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi), kedua: melihat manajemen lebih luas dari administrasi dan ketiga: pandangan yang beranggapan bahwa manajemen identik dengan administrasi.Makna manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan professional. Manajemen diartikan sebagai ilmu karena merupakan suatu bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Manajemen diartikan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugasnya.

Definisi manajemen memberikan tekanan terhadap kenyataan bahwa manajer mencapai tujuan atau sasaran dengan mengatur karyawan dan mengalokasikan sumber-sumber material dan finansial. Bagaimana manajer mengoptimasi pemanfaatan sumber-sumber memadukan menjadi satu dan mengkonversi hingga menjadi output, maka manajer harus melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber dan koordinasi pelaksanaan tugas-tugas untuk mencapai tujuan. 

Sifat dasar manajemen adalah sangat beragam, karena mencakup banyak dimensi aktivitas dan lembaga. Manajemen berhubungan dengan semua aktivitas organisasi dan dilaksanakan pada semua level organisasi. Karena itu manajemen bukan merupakan sesuatu yang terpisah atau pengurangan fungsi suatu organisasi tidak hanya memiliki mengelola satu bidang tetapi juga sangat luas sebagai contoh: bidang produksi, pemasaran, keuangan atau personil. Dalam hal ini manajemen suatu proses umum terhadap semua fungsi lain yang dilaksanakan dalam organisasi. Tegasnya manajemen adalah suatu perpaduan aktivitas. Aktivitas manajemen mencakup spektrum yang sangat luas, sebab dimulai dari bagaimana menentukan arah organisasi di masa depan, sampai mengawasi kegiatan untuk mencapai tujuan.

Daft menyebutkan manajemen mempunyai empat fungsi, yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling). Dari fungsi dasar manajemen tersebut, kemudian dilakukan tindak lanjut setelah diketahui bahwa yang telah ditetapkan “tercapai” atau “belum Tercapai” (Abdul Choliq, 2011: 36).

Menurut G.R. Terry, fungsi-fungsi manajemen adalah Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Sedangkan menurut John F. Mee fungsi manajemen diantaranya adalah Planning, Organizing, Motivating dan Controlling. Berbeda lagi dengan pendapat Henry Fayol ada lima fungsi manajemen, diantaranya Planning, Organizing,Commanding, Coordinating, Controlling, dan masih banyak lagi pendapat pakar-pakar manajemen yang lain tentang fungsi-fungsi manajemen. Dari fungsi-fungsi manajemen tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan yang harus dilaksanakan oleh setiap manajer secara berurutan supaya proses manajemen itu diterapkan secara baik (Hasibuan, 2005: 3-4)




Manajemen


Secara etimologis, kata manajemen berasal dari Bahasa Inggris, yakni management, yang dikembangkan dari kata to manage, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Bahasa Italia, maneggio, yang diadopsi dari Bahasa Latin managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan (Samsudin, 2006: 15) 

sedangkan kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen
secara beragam. 
Dari beberapa terminologi terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak ahli. Manajemen menurut G.R. Terry adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan, 2001: 3).

Follet yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. 

Menurut Stoner yang dikutip oleh Wijayanti (2008: 1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Gulick dalam Wijayanti (2008: 1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja
bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. 
Schein (2008: 2) memberi definisi manajemen sebagai profesi.

Menurutnya manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan berdsarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka karena mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat. 

Terry (2005: 1) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pebgarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan  organisasional atau maksudmaksud yang nyata. 

Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari
usaha-usaha yang telah dilakukan.  

Menurut Handoko, manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsifungsi perencanaan (planning), pengorganisasian organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling) (Handoko,1999: 8).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Istilah manajemen sudah populer dalam kehidupan organisasi. Dalam makna yang sederhana “management” diartikan sebagai pengelolaan. Suatu proses menata atau mengelola organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan dipahami sebagai manajemen.

Setiap ahli memberikan pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak mudah memberikan arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari pikiran-pikiran semua ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang didalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan kemampuan orang lain.

Secara umum aktivitas manajemen dalam organisasi diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Manajemen adalah proses bekerja sama antara individu dan kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan, organisasi adalah sebagai aktivitas manajemen. Dengan kata lain, aktivitas manajerial hanya ditemukan dalam wadah sebuah organisasi, baik organisasi bisnis, sekolah dan juga lainnya.