Jumat, 02 Desember 2011

Tujuan Pendekatan Sosiologi


Tujuan Pendekatan Sosiologi
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami Agama. Hal ini dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat. Apabila menggunakanjasa bantuan dari ilmu sosiologi. 

Dalam agam Islam dapat dijumpai peristiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa jadi penjaga di mesir, dan mengapa dalam tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh Nabi Harun, serta masih banyak lagi contoh yang lainnya. Beberapa peristiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu sosial. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit pula dipahami maksudnya. Di sinilah letaknya sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama. Selain contoh dari Nabi Yusuf, Nabi Harun, Nabi Musa, maka di bawah ini akan diuraikan paradigma sosiologi dari pemikir-pemikir Barat;

  • Abdel Rahman Ibn-Khaldun (1332-1406)
Ibnu Khaldun dilahirkan di Tunisia Afrika, pada tanggal 27 mei 1332 M. Beliau dididik dalam lingkungan keluarga muslim yang berhasil menguasai ilmu Al-Qur’an, Matematika dan sejarah. Beliau dipercaya oleh sultan Tunis menjadi konsul di kedutaan Besar Marocco. Setelah mengabdikan diri dalam aktifitas politik pemerintahan, beliau kembali ke negaranya mengembangkan ilmu.

Dalam konsep sosiologinya, Ibnu Khaldun berkeyakinan bahwa fenomena sosiologi mengikuti hukum-hukum alam yang berlaku pada masyarakat dan tidak bisa dimodifikasi secara signifikan oleh individu-individu yang terisolasi. Inti Sosiologi Ibnu Khaldun senada dengan Durkheim ditemukan dalam konsep “Solidaritas Sosial” yang disebut dengan teori “ashabiyah”, yakni konsep kebersamaan dan kekeluargaan sebagai aslinya sifat masyarakat yang berbeda-beda, tetapi hakekatnya bisa bersatu karena saling membutuhkannya. Menurut Ibnu Khaldun tidak ada individu yang bisa hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain untuk hidup bersama.

  • August Comte (1798-1857)
August Comte dilahirkan di kota Montpelier Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798 M. August Comte adalah pelopor kelahiran ilmu sosiologi melalui pendekatan structural fungsional, yang mempelajari masyarakat dari segi struktur fungsional yang mempelajari masyarakat dari segi struktur, strata, dan dinamika sosialnya. 

Sebagai tokoh evolusionis positivism, comte menegaskan masyarakat ibarat organism hidup yang dinamis. August Comte menggambarkan bahwa proses berfikir manusia dalam menafsirkan dunia dengan segala isinya berkembang secara evolusi, melalui tahapan religius, metafisika dan positifisme. Dari konsep ini terwujudlah perubahan sosial masyarakat baru, berdasarkan kenyataan empiris hasil pemikiran rasional, dan pada akhirnya akan mencapai tingkat integrasi yang lebih besar.

  • Emile Durkheim (1858-1917)
Emile Durkheim dilahirkan pada tanggal 15 april 1858 di Epinal Prancis, suatu perkampungan kecil orang-orang Yahudi, bagian Timur Perancis, agak terpencil dari masyarakat luas. Ayah Durkheim adalah seorang Rabbi, tokoh agama Yahudi (setingkat ulama dalam Islam atau pendeta dalam agama Kristen). Durkheim sendiri karena pengalaman mistiknya, ia menyimpang dari ajaran Yahudi, dan sementara menjadi penganut Khatolik, akibat pengaruh gurunya. Setelah itu ia meninggalkan khatolik dan menjadi orang yang tidak mau tahu dengan agama (agnostic). Meskipun demikian, selama hidupnya ia sangat memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan moralitas masyarakat. 

Dalam pandangannya dikemudian hari Durkheim berkeyakinan bahwa nilai-nilai moral itulah hakekatnya yang menjadi standar bagi terwujudnya solidaritas dan integrasi sosial yang sangat membantu mempersatukan masyarakat

Tidak ada komentar: