Selasa, 15 Maret 2011

Strategi Pengembangan dan Pembangunan Perdesaan


Strategi Pengembangan dan Pembangunan Perdesaan

Þ           Dalam proses pembangunan, partisipasi masyarakat berfungsi sebagai masukan dan keluaran. Proses partisipasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tahapan, yaitu mulai dari penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan akhirmya penerimaan kembali hasil pembangunan.
Þ           Conyers (1991) mengajukan tiga komponen pendekatan pengembangan masyarakat yaitu: a) adanya  penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal; b) penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan; c) keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas-komunitas tersebut.
Þ           Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (petani) memegang tanggungjawab utama dalam : a) memutuskan apa yang menjadi kebutuhannya; b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan;  c) mengerjakannya sendiri.
Þ           Kebutuhan tersebut menghendaki perlunya pemetaan sebaran desa-desa tertinggal di kawasan perdesaan menurut unit-unit komunitas sosial ekonomi yang terikat dalam suatu culture area, sehingga suatu komunitas sosial ekonomi merupakan: a) sejumlah desa yang tergolong miskin; b) secara umum penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan yang lainnya tetapi masih berkaitan erat dan; c) terdapat dalam wilayah budaya dan wilayah geografis yang sama.
Þ           Pola pengembangan kelembagaan terpadu dalam model komunitas dan bergerak dengan kekuatan partisipasi profesional bagi semua strata sosial ekonomi akan lebih mendorong pertumbuhan dan pemerataan secara bersama-sama. Apabila digunakan model pertumbuhan Smelser yang mengacu pada diferensiasi struktural, maka kelembagaan ini dapat berperan dalam mempersiapkan kerangka landasan untuk tahap-tahap pertumbuhan, mulai dari modernisasi teknologi, komersialisasi pertanian, industrialisasi dan urbanisasi (Long, 1992).
Þ           Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari pelaksanaan kegiatan pelayanan dapat pengembangan masyarakat selalu meletakkan community development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah pelayanan dapat pengembangan masyarakat yang berbasis masyarakat mampu mendorong dari metode "doing for the community", menjadi "doing with the community". Dikemukakan oleh Topatimasang et.al  (2000: ix) bahwa seorang fasilitator hanya berfungsi dan bertindak mengolah proses belajar masyarakat berdasarkan kebutuhan dan pengalaman mereka sendiri atau pengalaman orang lain.
Þ           Kelompok atau komunitas yang sekedar “doing for” (masyarakat pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung) menjadi “doing with”, (merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi) mana kebutuhan yang sifatnya real needs (melalui penggalian gagasan langsung di tingkat kelompok masyarakat, felt needs (memprioritaskan) kebutuhan ketika terjadi persaingan usulan di antarkelompok masyarakat) dan expected need (pilihan usulan yang bisa dengan mudah dikerjakan, kesediaan swadaya dan pelestariannya).
Þ           Diharapkan program pelayanan masyarakat ini telah mengantarkan masyarakat menjadi komunitas belajar (learned cummunity), masyarakat menjadi komunitas yang semakin aktif (active society) dalam menolong dirinya sendiri (helping themselves). Dalam proses inilah, usaha strategi pengembangan berbasis masyarakat dalam rangka untuk mengorganisir masyarakat miskin di dalam akar rumput menjadi bagian penting dari menciptakan program yang berkelanjutan. Berbagai unsur kelompok masyarakat (Community Based Organization/ CBOs) didorong dan difasilitasi terus menerus  yang akirnya munculnya adanya pengurangan angka kemiskinan, peningkatan sumber daya manusia, peluang dan pilihan kerja serta adanya peningkatan kualitas kelembagaan pelayanan itu sendiri.

Tidak ada komentar: