Sabtu, 01 Februari 2020

Program Inovasi Desa

Program Inovasi Desa 
Dari ulasan tentang P3MD di atas sesungguhnya terbaca bahwa pemerintah memutus mata rantai model program pemberdayaan masyarakat dan desa antara sebelum dan sesudah UUDesa diundangkan, dalam arti melompat secara asimetrik bergeser dari tradisi lama dalam program pemberdayaan. Maksudnya kurang lebih demikian, program-program pembangunan yang dikemas dalam program pemberdayaan yang beroperasi sebelum UU Desa syarat dengan pendekatan community driven development (CDD) yang menjadikan masyarakat sebagai target utama penerima program. 

Lalu setelah UUDesa diundangkan pada tahun 2014 dan dibarengi oleh berdirinya Kementerian Desa PDTT pada tahun 2015, realisasi gerakan pembangunan dan pemberdayaan desa tak lagi hanya menumpukan pada satuan masyarakatnya, tapi desa sebagai satu kesatuan antara masyarakat, pemerintah desa dan wilayah politik teritorialnya. Sebagai contoh, pelaksanaan IDT, dapat diketahui bahwa IDT memobilisasi kelompok masyarakat (pokmas) sebagai penerima manfaat dana bantuan permodalan. Demikian pula dengan P3DT sampai dengan PPK. 

Bahkan PNPM sekalipun, semuanya membawa uang ke desa dan langsung diberikan kepada masyarakat, dengan cara yang relatif sama yakni mengorganisasikan masyarakat dalam suatu wadah penerima dana bantuan program. Di sini terbaca tidak adanya pelibatan pemeirintah desa di dalamnya. Benar, memang masyarakat dimobilisasi sedemikian rupa untuk merumuskan rancangan prioritas program/kegiatan desa, lalu didorong berpartisipasi ke dalam ruang politik kebijakan (perencanaan dan penganggaran pembangunan desa). 

Tapi pada saat yang sama, power dan keuangan tidak dilekatkan pada pemerintah desa, melainkan pada komunitas penerima manfaat program maupun fasilitator pelaksana program itu sendiri. Jadi, sekali lagi realitas desa sebagai kesatuan masyarakat hukum berpemerintahan tidak dibaca secara utuh oleh program-program pembangunan yang masuk ke desa. Nah, kehadiran program pendampingan desa sama sekali tidak membawa uang ke desa, melainkan hanya menyediakan pasukan organik yang terlatih untuk bersama desa memompa kemampuan teknokratik dan sosial politik desa agar pemerintah desa dan masyarakat desa memiliki kemampuan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dan pembangunan desa. 

Posisi para pendamping desa yang jumlah pendampingnya mencapai hampir 40-an ribu sama sekali tidak dilekati power untuk mengimposisi kewenangan dan sumber daya desa. Hanya ditanamkan dedikasi, pengetahuan dan keterampilan pemberdayaan yang dilakukan melalui berbagai media pelatihan maupun konsolidasi para pendamping yang dilaksanakan secara reguler hampir di setiap level wilayah. Sebagaiaman kita tahun, di awal tahun tugas para pendamping desa, Kemendesa PDTT menguatkan kapasitas mereka melalui pelatihan pra tugas. Lalu diperkuat kembali melalui kegiatan pelatihan-pelatihan tematik.  

Tidak ada komentar: