Sabtu, 01 Februari 2020

Pengetahuan dan Inovasi Desa

Pengetahuan dan Inovasi Desa 
Sebelum lebih jauh memahami tentang ukuran inovasi desa dalam perspektif PID, kita perlu memahami bahwa perubahan yang telah, sedang atau akan terjadi pada desa pada hakikatnya mengandung pengetahuan. Baik dan buruk perubahan tersebut tetap menawarkan sebuah pengetahuan, tentu bagi yang mau meresponnya, apalagi bila direspon secara filsafati. Meski demikian, meminjam pembagian tipologi orang tahu menurut Jujun Soemantri, belum tentu orang tahu juga tahu pada apa yang diketahuinya. Demikian pula orang yang tidak tahu, boleh jadi benar-benar tidak tahu di tahunya. 

Termasuk pula orang tidak tahu di tidak tahunya serta orang yang benar-benar tahu di tahunya. Artinya penguasaan seseorang atas suatu pengetahuan sungguh relatif. Boleh jadi, kita menyimpulkan bahwa kemajuan Desa Ponggok di Klaten karena keberhasilan kepala desanya mengelola BUMDesa. Tapi bagi orang lain, berpendapat beda, melainkan karena ada partisipasi masyarakat dan ketersediaan sumber daya alam yang tak dimiliki desa lain. 

Demikian pula dengan klaim kita terhadadp suatu karya yang inovatif, ataupun penyimpulan desa inovatif. Mungkin kita akan bertanya, “apa yang inovatif?”,”dimana sisi inovatifnya?”. Meskipun antara Desa Bejiharjo di kecamatan Karangmojo Kabupaten Gunungkidul dan Desa Jatijajar di Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen samasama mengelola goa sebagai destinasi wisata. Tapi sisi inovasi atas pengelolaan destinasi wisata menurut satu orang dengan orang lainnya bisa berbeda sudut pandang. Jumlah pengunjung goa pindul yang konon bisa mencapai ribuan dalam satu hari ternyata tidak dikelola oleh kelembagaan ekonomi desa bernama BUMDesa. 

Kalau tidak salah oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Tapi goa barat di Desa Jatijajar, walaupun jumlah pengunjungnya jauh lebih sedikit (berkisar puluhan s/d seratusan orang dalam sehari) malah dikelola oleh BUMDesa. Tapi kedua sama-sama menunjukkan sisi perkembangan yang baik, apalagi dampaknya terhadap peningkatan ekonomi warga. Terhadap perbedaan institusi pengelola destinasi wisata pada dua desa di atass, tentu akan dipersepsi yang berbeda. 

Dari sisi ketepatan pilihan lembaga pengelola misalnya, belum tentu penerapan BUMDesa di Desa Bejiharjo bisa berjalan baik tinimbang Desa Jatijajar. Pilihan tersebut tentu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang satu sama lain berbeda. Karena itu, dalam sudut pandang ini, boleh jadi pengelolaan destinasi wisata goa Pindul di Desa Bejiharjo adalah sesuatu yang inovatif. Terlebih ia muncul di saat, pokdarwispokdarwis di desa lain yang sudah ada belum melakukan sesuatu gerakan seperti yang sudah dilakukan Pokdarwis Bejiharjo.

Tidak ada komentar: