Minggu, 01 November 2020

Teknologi Tepat Guna sebagai penggerak ekonomi Desa


Sebagaimana kebijakan pemanfaatan Teknologi Tepat Guna dalam bentukan regulasi yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Desa nomor 23 tahun 2017 Tentang Penerapan Teknologi Tepat Guna. disebutkan bahwa TTG dimanfaatkan untuk: (1) Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menggunakan TTG untuk peningkatan kapasitas dan mutu produksi. (2) Meningkatkan pelayanan informasi dan membantu masyarakat untuk mendapatkan TTG yang dibutuhkan (3) Meningkatkan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi masyarakat (4) Meningkatkan daya saing produk unggulan desa. 

Sebagai contoh dalam Jurnal Nasional penelitian Karsono dalam (Raharjo, 2009 :20) dengan judul Rancangan Bangun Mesin Peniris Untuk Meningkatkan Mutu dan Produksi pada Usaha Kecil Aneka Keripik, sebagai berikut :
“Tempat penelitian usaha pembuatan aneka keripik “Bu Somzah” pakintelan, alat yang yang diterapkan adalah mesin pengiris keripik,Spesifikasi kontruksi mesin pengiris yang dapat meningkatkan mutu dan produksi usaha aneka kripik adalah: Ukuran mesin : panjang 550 mm, Lebar : 450mm, tinggi 900 mm, Putaran pisau : 1400rpm, Penggerak : motor listrik 0,5 PK/1400RPM, berat mesin : 40 kg. Mutu hasil irisan dari mesin pengiris yang dibuat dibandingkan dengan alat pengiris yang sudah dipakai selama ini adalah tebal potongan irisannya lebih seragam dan rata, besarnya peningkatan produksi hasil irisan dari mesin pengiris yang dibuat dibandingkan dengan alat pengiris yang sudah dipakai selama ini adalah dua setengah kali yaitu biasanya 250 bungkus/hari kini 300 bungkus/hari pisang sukun dan singkong. Mutu pengirisan menggunakan tengan tebalnya tidak sama dan potongannya tidak rata, sedangkan menggunakan mesin pengiris hasil rancang bangun ketebalannya lebih seragam dan rata. Sedangkan dari segi produksididapat untuk pengirisan tangan 627,8 gram/5 mebit, dan sebanyak 1569,6 gram/5 menit menggunakan mesin pengiris. Kedua perbandingan hasil Hasil menunjukkan bahw penggunaan mesin pengiris telah dapat meningkatkan mutu yang ditunjukkan dari semakin seragam dan tebal potongannya rata, juga menggunakan pengiris meningkatkan produksi sebanyak kurang lebih dua setengah kali bila ddibandingkan dengan pengirisan tangan”

Pemberdayaan itu sendiri adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki yang tersedia di lingkungan skitarnya untuk meningkatkan kesejahteraan, (Sumodiningrat,2009:7). 

Menurut Sulistiyani (2009:7) secara epistimologis, berasal dari kata dasar „‟daya‟‟ yang berarti kekuatan atau kemampuan, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses pemberian daya/kekuatan/kemapuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. 

Untuk memberdayakan masyarakatan melalui pengelolaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna secara optimal, maka diperlukan peningkatan kwalitas sumber daya manusia masyarakat desa itu sendiri dengan tujuan agar masyarakat mampu mengelola sumber daya lokal yang ada dengan mandiri, (Soetomo,2009:193), mengatakan sumber daya manusia merupakan salah satu potensi pembangunan yang berasal dari unsur manusia dan aktifitasnya. Dalam tinjauan yang lebih bersifat ekonomis, sumber daya manusia dimaksudkan sebagai suatu kegiatan manusia yang produktif dan semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang produktif kepada masyarakat (Soetoro, 1983:4). 

Salah satu cara yang tidak perlu diperdebatkan untuk mengembangkan sumber daya manusia antara lain adalah melalui pendidikan masyarakat, pendidikan itu sendiri memiliki makna yang sangat luas, secara umum yang banyak dianut saat ini adalah konsep pendidikan seumur hidup atau life long education. Hal ini juga berarti menegaskan pengakuan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kapasitas untuk mandiri termasuk dalam belajar, implementasi dari konsep tersebut adalah pendidikan dapat berlangsung kapan saja dan dimana saja, artinya dalam usia berapa saja dan tidak harus melalui pendidikan formal. 

Oleh sebab itu kemudian dikenal adanya jalur pendidikan formal/sekolah, non formal/luar sekolah dan informal, (Sutarto, 2007:1) memberi penjelaskan dilihat dari kaca mata Pendidikan luar sekolah, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, msyarakat, bangsa, dan negara, (Sutarto, 2007:1). Untuk mendapat suatu keterampilan (skill) dalam jalur pendidikan luar sekolah antara lain melalui bimbingan penyuluhan dan kursus pelatihan, Foster dalam (Sutarto,2012:2) mengatakan, pelatihan adalah suatu proses yang menciptakan kondisi dan stimulus untuk menimbulkan respons terhadap orang lain, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan (skill) dan sikap, menciptakan perubahan tingkah laku, dan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. 

Tidak ada komentar: