Minggu, 08 November 2020

manajemen diri


Pendidikan merupakan hubungan antarpibadi pendidik dan anak didik. Dalam pergaulan terjadi kontak atau komunikasi antara masing-masing pribadi. Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan, maka menjadi hubungan antara pribadi pendidik dan pribadi si anak didik, yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan (Hasbullah, 2012: 5). 

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuan, yakni untuk mewujudkan manusia yang dicita-citakan/didambakan. Hakekat manusia yang didambakan adalah manusia yang sesuai dengan pandangan filsafat suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia hakekat manusia sesuai dengan pandangan filsafat, yaitu manusia Pancasila. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosio budaya di mana dia hidup. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka pendidikan dapat dilihat dan dijelaskan dari berbagai sudut pandang, seperti dari sudut pandang psikologi, sosiologi dan antropologi, ekonomi, politik, komunikasi dan sebagainya.

Pendidikan mempunyai banyak bentuk. Mulai dari yang nonformal sampai yang formal. Salah satu bentuk lembaga pendidikan formal adalah pendidikan sekolah (mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi). Sekolah mempunyai struktur yang formal dengan batasan-batasan sistem yang jelas sehingga tampak sebagai suatu sistem yang berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan dekat maupun lingkungan jauh. (Uhar Suharsaputra, 2010 : 35)

Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Melalui usaha pendidikan diharapkan kualitas generasi muda yang cerdas, kreatif, dan mandiri dapat terwujud. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya.

 Dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar. Namun, dalam proses belajar banyak dijumpai permasalahan yang dialami oleh anak-anak, remaja, dan pemuda yang menyangkut dimensi kemanusiaan mereka. Permasalahan yang dialami oleh para remaja yang dalam konteks kali ini adalah mahasiswa sering kali tidak dapat dihindari meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Seringkali didapatkan mahasiswa absen dalam mengikuti perkuliahan dengan berbagai alasan, baik karena sibuk dengan organisasi-organisasi yang sedang diikuti maupun karena berbagai kesibukan lain yang menyangkut pribadi mereka. Dan terkadang pula dijumpai mahasiswa sering menundanunda dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah yang berujung pada kelalaian sehingga tidak mengumpulkannya. Dan tidak jarang pula dijumpai mahasiswa yang tak mampu mengatur waktunya dalam hal mengerjakan tugas-tugas kuliah terlebih jika disibukkan pula dengan kegiatan praktikum. Hal tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kemampuan mahasiswa dalam mengelola diri mereka.

Kemampuan mengelola diri (self management) merupakan hal yang harus dimiliki setiap individu, terutama mahasiswa. Karena mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki kemampuan mengelola diri yang baik. Di mana mengelola diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar. Mengelola diri adalah sebuah proses merubah “totalitas diri” baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan fisik agar apa yang kita inginkan dapat tercapai.

Prijaksono (2003) mengemukakan bahwa pengelolaan diri bermanfaat untuk menghilangkan stress, kemarahan, kecemasan, ketakutan, dendam, sakit hati, dan meningkatkan kreativitas belajar. Kemampuan mengelola diri seseorang sangat erat kaitannya dengan kecerdasan emosional yang dimilikinya.Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Taraf EQ (Emotional Quotient) yang tinggi akan menjadikan seseorang dapat mengelola diri dengan baik. Dan pengelolaan diri yang baik akan menjadikan seorang mahasiswa lebih disiplin dalam belajar. Karena tanpa kesadaran akan keharusan dalam melaksanakan segala aturan-aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, sesorang tidak mungkin dapat mencapai target yang dicita-citakannya dengan maksimal. Selain itu, pengelolaan diri yang baik akan membantu seseorang dalam meningkatkan
kreativitas belajarnya, sehingga memperoleh prestasi yang memuaskan yang didukung dengan kemampuan berpikir yang kreatif yang akan melahirkan ide-ide yang inovatif.

Peran yang ditampilkan diri pada dasarnya ingin melakukan perubahan, baik yang mengarah pada perubahan yang positif maupun yang negatif. Didalam Islam, perubahan atau amal itu lebih diarahkan pada kebaikan (amal shaleh). Amal shaleh perlu diimbangi keimanan. Konsep diri dalam Islam tidak bebas nilai, melainkan dipenuhi oleh iman dan keshalihan. Manusia sebagai makhluk individu mampu mengembangkan diri, mampu meningkatkan kualitas hidup, dan dengan kelebihan yang dimiliki berusaha untuk meminimalkan kekurangannya. Modal awal proses pengembangan diri adalah mengenal dan memahami tentang diri sendiri, sehingga akan mudah menentukan arah untuk mencapai tujuan.

Diri adalah kombinasi motif yang memilliki nilai dan perilaku yang bersifat khas pribadi, serta diri akan membedakan seorang dengan orang lain. Dalam pembahasan tentang diri dihadirkan teori yang menjelaskannya. Teori-teori keilmuan merupakan sumbangsih para ilmuan dalam melakukan penelitian sehingga dapat mengembangkan teori tersebut atau dapat memunculkan teori baru lain, memberikan arahan pencerahan tentang keberadaan manusia dan akan kemana manusia untuk dirinya sendiri dan bersama pihak lain menyelesaikan tujuannya.

Teori yang berguna akan memberikan petunjuk-petujuk yang ekpslisit mengenai macam-macam data yang harus dikumpulkan tentang suatu masalah tertentu. Maka dari itu sebagaimana yang diharapkan, individu-individu yang menganut pendirian-pendirian teoritis yang berbeda-beda secara drastis bisa meneliti secara empiris yang sama dengan cara-cara observasi yang berbeda-beda. Sepanjang sejarah keinginan manusia untuk mengetahui sebab sebab tingkah lakunya dan semenjak psikologi menjadi pengetahuan yang otonom, masalah aspek kejiwaan yang mengatur, membimbing dan mengontrol tingkah laku manusia selalu timbal dan menjadi persoalan.

Pengertian umum (populer) mengenai "inner entity" ini barangkali ialah  jiwa (soul). Menurut teori "jiwa" gejala-gejala kejiwaan (mental phenomena) dianggap sebagai pencerminan (manifestasi) substansi khusus yang secara khas berbeda dari substansi kebendaan. Dalam pikiran keagamaan jiwa itu dipandang sebagai abadi, bebas dan asalnya suci. Dasar (komponen) self ialah material self, social self, spiritual self dan pure ego. Material self terdiri dari material possession, social self, yaitu bagaimana anggapan teman-teman "orang" lain terhadapnya, spiritual self ialah kemampuan-kemampuan serta kecakapan-kecakapan psikologisnya. Dan ego adalah pikiran yang menjadi dasar daripada personal identity. 

Istilah self didalam psikologi mempunyai dua arti, yaitu:
1. sikap dan perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri
2. suatu keseluruhan proses psikologis yang menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri.

Arti yang pertama itu dapat disebut pengertian self sebagai obyek, karena pengertian itu menunjukkan sikap, perasaan pengamatan dan penelitian seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai obyek. Dalam hal ini self berarti apa yang difikirkan orang tentang dirinya. Arti yang kedua dapat kita sebut pengertian self sebagai proses. Dalam hal ini self adalah suatu kesatuan yang terdiri dari proses-proses aktif seperti berfikir, mengingat dan mengamati.

Kedua pengertian itu demikian berbedanya sehingga ada penulispenulis yang mempergunakan istilah yang berlainan: kalau bermaksud untuk menunjukkan pengertian terhadap diri sendiri dipakai kata self, sedangkan kalau bermaksud untuk menunjukkan kelompok dari pada proses-proses psikologis dipakai istilah ego.

Konsep diri dalam komunikasi pribadi sangat penting keberadaannya, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Teori yang berguna akan memberikan petunjuk-petujuk yang ekpslisit mengenai macam-macam data yang harus dikumpulkan tentang suatu masalah tertentu. Maka dari itu sebagaimana yang diharapkan, individu-individu yang menganut pendirian-pendirian teoritis yang berbeda-beda secara drastis bisa meneliti secara empiris yang sama dengan cara-cara observasi yang berbeda-beda.

Ada beberapa cara untuk mengembangkan konsep diri seseorang agar memiliki konsep diri yang positif atau baik, yaitu;
  1. Membayangkan diri kita sebagai orang lain (other’s images of you), artinya jika diri anda diperlakukan kasar oleh orang lain, maka jangan memperlakukan orang lain dengan kasar.
  2. Membandingkan diri anda dengan orang lain (social comparisons), artinya seseorang mudah diterima oleh orang lain, mengapa anda tidak? Dari sanalah anda belajar banyak dari seseorang tersebut.
  3. Pembelajaran budaya (cultural teaching), artinya banyak budayabudaya positif yang dapat dikaji dan terapkan dalam kehidupan seharihari agar anda memiliki konsep diri yang baik.
  4. Menginterpretasi dan mengevaluasi pemikiran dan perilaku anda (your own interpretasions and evaluations). Upayakanlah anda mampu menilai kelemahan ada pada diri anda sehingga dengan secepat mungkin anda memperbaikinya.

Tidak ada komentar: