Minggu, 08 November 2020

Pengertian manajemen diri


manajemen diri, menurut Arif Zulkifli Nasution adalah; Rencana untuk mencapai cita-cita membutuhkan pengelolaan diri yang baik. Tanpa pengelolaan diri yang baik, cita-cita tersebut sulit untuk tercapai. Pengelolaan diri yang baik tersebut disebut manajemen diri. Penambahan kata diri pada manajemen diri merupakan totalitas manusia sebagai perpaduan dari jasad dan ruhani, fisik yang bisa dilihat dan sesuatu yang tak terlihat yang menggerakan fisik (hati; pikiran; jiwa). Diri adalah totalitas dari pemikiran, keinginan, dan gerakan yang dilakukan dalam ruang dan waktu. Maka, diri merupakan perpaduan antara intelektual, emosional, spiritual, dan fisik. Setiap kita memerlukan penataan dan pengelolaan dalam kehidupan ini. Karena banyak aktifitas yang kita lakukan, sementara waktu yang dimiliki tidak mencukupi untuk melakukan semua aktifitas tersebut. Oleh karena itu kita memerlukan manajemen diri.

Arif Zulkifni Nasution juga menjelaskan definisi-definisi lain diantaranya;
  1. Manajemen diri menurut Stephen M. Edelson adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menjelaskan proses mencapai kemandirian. Istilah manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar. Manajemen diri adalah sebuah proses merubah ‚totalitas diri‛ baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan fisik agar apa yang diinginkan tercapai.
  2. Covey, secara khusus menyatakan manajemen diri didefinisikan sebagai suatu cara yang dilakukan oleh individu, yaitu: dengan mengorganisasi kehidupannya dengan cara mendahulukan apa yang harus didahulukan. Dan manajemen diri itu sendiri merupakan upaya sistematis dan terus-menerus yang dilakukan seseorang seumur hidupnya untuk mencapai tujuan dan misi hidupnya dengan cara meningkatkan kualitas hidup serta vitalitas/kesehatan tubuhnya melalui pengenalan terhadap potensi terbaik dirinya, penyempurnaan diri (termasuk pembelajaran secara terus-menerus dan pengembangan jaringan sosial hidupnya).

Manajemen diri sendiri adalah bagaimana cara kita mengatur serta mengelola diri kita sendiri agar dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam manajemen diri sendiri. Seperti:
memiliki sikap disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, memiliki motivasi yang tinggi dalam hidupnya, dan mempunyai planning untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Manajemen diri sendiri juga sering dilihat dari orang yang mampu untuk mengurus dirinya sendiri, yakni mampu mengurus wilayah diri yang cenderung bermasalah. dan salah satu yang paling biasa dan sering bermasalah dalam diri kita sendiri adalah "Hati". Dapat menciptakan hati yang tenang memang tidak gampang, diperlukan
kecerdasan didalam diri itu sendiri.

Manajemen diri, menurut Personal Balance Scorecard:Learning: Terus mengembangkan rasa ingin tahu dan selalu menjadi seorang pelajar yang belum tahu apa-apa. Internal : Menjaga keseimbangan antara heart, mind, spirit dan body. Customer :
Membangun hubungan personal yang positif terhadap orang-orang disekitar gue. Financial : Bekerja keras untuk menciptakan hal-hal baru yang dapat membantu banyak orang.

Hafizhah Syifa, tentang fungsi manajemen diri menjelaskan, bahwa; Dalam Islam kita mengenal istilah aulawiyat, yakni mana yang harus lebih dahulu kita lakukan atau prioritas diri. Kesalahan yang sering kita lakukan adalah terbiasa dengan pola rutinitas yang secara otomatis berjalan begitu saja. Ada juga yang mencoba mengatur diri, sayangnya hanya manajemen yang selalu dipikirkan tetapi tidak direncanakan. Karenanya mari kita berbicara tentang planning (perencanaan), bila perlu tuliskan rencana kita di white board setiap hari, target apa yang ingin diraih dan sekalian atur waktu, tentu jangan sampai tabrakan dengan aktifitas yang lain. Setelah itu, perencanaan ini harus dijalankan secara istiqamah.

Selanjutnya perlu berbicara tentang organizing (pengorganisasian). Kita mau sukses  kuliah tapi tidak mempunyai teman, kalau ada masalah kuliah diselesaikan sendiri. Sadarilah hal seperti ini akan terasa lebih sulit dibanding jika kita mempunyai banyak teman dan setiap kali ada kesulitan selalu didiskusikan. Begitu pun dalam dakwah, kita mau mencegah kemaksiatan tapi dilakukan hanya sendirian. Tentu, ini akan terasa lebih sulit dibanding jika kita tergabung dengan sebuah jamaah dakwah dan sama-sama berjuang. Karenanya menemukan lingkungan kondusif yang akan menghantarkan kita pada kesuksesan dakwah dan kuliah adalah suatu keharusan. Bila sudah menemukan, niscaya akan mempermudah pengorganisasian aktifitas dakwah dan kuliah kita. Ingat kebaikan yang tidak terstruktur akan dikalahkan dengan kejahatan yang terstruktur. Kita tidak melupakan tentang actuatting (pengkoordinasian).

Coba banyangkan jika kita dalam sebuah jamaah dakwah tetapi tidak ada koordinasi, apa yang terjadi? Bisa saja antar individu yang ada di dalamnya terjadi misscom. Bahkan sebuah acara bisa menjadi berantakan hanya karena tidak ada pengkoordinasian. Bayangkan jika seorang pemimpin tidak cakap dalam menyampaikan informasi, maka personal yang ada dibawahnya bisa saja tidak tahu akan tugas-tugasnya. Dalam masalah koordinasi tentu saja harus benar-benar digodok sampai ‘matang’. Jangan setengah-tengah, ketidakpahaman intruksi dan tanggung jawab akan menyebabkan kegagalan sekalipun itu sebuah planning yang cukup semerlang. Pengkoordinasian merupakan awal langkah menuju action.
controlling (pengawasan). Pengawasan yang dimaksud bukanlah pengawasan otoriter dari pimpinan kepada bawahan. Dalam sebuah organisasi atau jamaah dakwah, pengawasan yang saya maksud bisa dengan persahabatan yang hangat. Pemimpin tidak ada salahnya turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa tujuan berjalan sesuai dengan rencana. Dan sebagai personal yang ada dibawahnya hendaknya melaksanakan tanggung jawab yang sudah menjadi amanahnya.

Sebagai seorang muslim, kewajiban dan tanggung jawab seharusnya tidak melemahkan kita. Justru, seharusnya menjadi kekuatan bagi kita bagaimana agar keduanya bisa dilaksanakan dengan maksimal. Jangan sampai menjadi alasan, seakan-akan tanggung jawab itu begitu berat dan tidak bisa memikulnya lagi.

Tidak ada komentar: